more fantasy about k-pop

The Name I Loved

Camkanmanyo, berhubung ini first FF, jadi yang saya mau sih di sini saran dan kritik dan komennya ehehehe.
Ini hanya FF, jangan dibayangin aslinya hahhaha. ENGGA BAKAL JADI NYATA kok.

The Name I Loved
Cast :
Lee Donghae
Park Ran
Yoona

Inspirated by :
The Name I Loved – Shinee
Wedding Dress – Taeyang

Jam di arloji Yoona menunjukkan pukul sembilan lebih. Yeouido Café di kawasan Dongdaemun sudah mulai penuh, namun orang yang ditunggunya belum muncul juga.
“Jzztt, minta dicekek kayaknya nih si Ran,” gerutunya.
“Ya! Ya! Mau nyekek siapa?” sebuah suara menyeruak dari belakang. Panjang umur, orang yang ditunggu Yoona dari tadi muncul.
“Ra-Ran?”

“Yoona nae chinguuu~”
“Aku kangeeeen! Udah berapa tahun ya kita nggak ketemu?” Yoona menyambut teman SMA-nya dengan pelukan rindu.
“Lima tahun ada kali ya?”

Yoona dan Ran adalah sahabat akrab sejak SMA. Namun, berhubung Ran melanjutkan kuliah ke luar negeri, hubungan mereka terputus. Baru beberapa hari ini, Yoona mengetahui Ran akan menikah, sehingga ia memutuskan untuk mencari tahu keberadaan Ran dari teman-teman SMA lain. Dan di café inilah mereka bernostalgia. Bereuni ria setelah lima tahun terpisah.
“Katanya kamu mau nikah?” tanya Yoona.

“Tadaaa~” Ran memamerkan cincin perak di jari manis tangan kanannya. “Kamu harus dateng lho ya, acaranya tanggal 21. Seminggu lagi!”
Yoona mengaduk-aduk cappucino-nya. “Iyah, aku dikasih tau Jinki tuh. Tapi aku belum kamu kasih undangannya.”

“Aigoo mianheyo…aku bener-bener lost contact sama temen-temen SMA.”
“Oyah, kamu sendirian kemari?”

“Enggak, sama calon suamiku. Dia lagi markir mobil. Oh ya!” Plok, Ran tepuk tangan. “Aku kenalin yah, aku mau tau pendapat sahabatku boleh kan.”

“Lho, yang mau nikah siapa kok pake pendapatku segala?”
“Kan dari dulu itu kamu selalu jadi advisor buat aku, tempat curhat, tempat sharing. Masa aku nggak boleh minta pendapat sahabat sendiri?” kata Ran.
Yoona nyengir sambil menyeruput cappucino-nya. “Kamu itu lucu, Ran. Kalau aku bilang nggak cocok, apa pernikahanmu mau kamu batalkan?”

Nah! Mati kutu si Ran. Ia cuma mesem-mesem nggak tahu mau berkata apa.
“Ya! Daripada kamu, mana pacarmu?” tanya Ran mengalihkan topik.
“Eobseo.”

“Tuh kaaan tuh kaaan. Waeyo? Kamu masih kepikiran cinta pertamamu pas SMA dulu? Yang gak jelas itu?”
“Ani,” gumam Yoona parau.

“Ya ampuun Tuhan! Oh my God Sun! Demi badai petir di lautan, demi surga di telapak kaki ibu, demi setan-setan yang berkeliaran di dunia, KAMU MASIH MIKIRIN KERNET BUS ITUU?” Mulai deh, penyakit hiperbolis Ran kambuh.

Yoona mencubit telapak tangan sahabatnya, “Iiih, bukan kernet bus tauuk!” Namun di lain sisi, Ran benar juga. Cowok cinta pertama Yoona sudah menghilang selama lima tahun tanpa kabar. Lagian, mereka berdua cuma bertemu selama tiga bulan, tiap pagi di dalam bus yang melintas antara rumah Yoona ke SMA Nam Sang.

Tak ada yang Yoona ketahui tentang cinta pertamanya itu. Kecuali wajah, nama, dan senyum manisnya.

***

Sementara itu, seorang pria di pelataran parkir Café Yeouido menutup pintu mobil Audi putih perlahan. Tiba-tiba, ringtone Love is Punishment-nya K.Will bergema dari saku celananya.
“Yeoboseyo?” sapa cowok itu sambil mengangkat telepon.

“Yaaa! Donghae-ya! Neo eodiya?” suara di seberang langsung menyalak tak tanggung-tanggung.
“Aaah, Eeteuk hyung, iya iya…aku udah ada di tempat parkir nih, aku segera naik,” tukas Donghae cepat.
“Ppali wa~ klien kita sudah nunggu nih. Lari lari lariii!” Eeteuk tahu, rekan kerja-nya itu panikan, jadi semakin ditakut-takuti, Donghae akan semakin bertambah heboh dan khawatir.

“Eh-eh-eh, ne ne ne, hyuung!” Trek! Donghae mematikan ponselnya dan benar-benar berlari menuju pintu masuk Café Yeouido. Saat ia mengedar pandang ke dalam ruangan, sesosok gadis manis di tengah ruangan melambaikan tangan.

“Donghae oppa! Sini sini sini!” pekik Ran. “Aku kenalin ke sahabatku!”
Donghae melirik jam tangannya, ah masih banyak waktu. Ia belum telat-telat amat ke acara meeting di lantai 2 Café Yeouido.

Donghae mendekat ke calon istrinya.
“Yoona, kenalin, ini calon suamiku, Donghae,” tukas Ran.

Yoona menoleh ke arah yang ditunjuk Ran, dan seketika lututnya melemas. Nyariiis saja pingsan terduduk di kursi. Di hadapannya, persis berdiri Donghae mematut manis dan mengulurkan jabatan tangan kanannya.

“Annyeonghaseyo,” sapa Donghae lembut. “Yoona-ssi?”
Yoona masih bengong.

“Yoona-ssi?” tanya Donghae lagi, sementara Ran menyikut-nyikut rusuk Yoona.
Cliing! Kayak ada malaikat lewat, Yoona tersadar dari lamunannya dan membalas tangan Donghae. “Eh eh i-iya. An-annyeonghase…”

“DONGHAEYAA! AISSH! Jeongmal, apa yang kau lakukan di situ? Cepat naik!” tau-tau, dari arah balkon lantai dua, sebuah suara cempreng menggelegar. Itu Eeteuk.
“Oh, maaf, sepertinya aku harus buru-buru,” pamit Donghae dan berlari-lari kecil menaiki tangga menyusul Eeteuk.

Sebelum naik, Donghae sempat berbalik dan mengamati Yoona sebentar, tapi kemudian ia menggelengkan kepala dan menaiki tangga.
Obrolan para cewek pun berlanjut kembali.
Ran geleng-geleng sambil mesam-mesem. “Wae? Suamiku terlalu ganteng ya?”
“Dia mau ngapain di lantai 2?”

“Aaahh…ada urusan kantor. Dia meeting dengan kliennya di café ini, jadi sekalian deh kita ngobrol di sini. Lumayan kan bisa nebeng mobil dia, hehehe.”
Yoona melirik Ran. “Kalian ketemu di mana?”
Waduh…waduh… gaswat! Kenapa Yoona mendadak interogatif begini? Masa Yoona tidak setuju Donghae jadi suami Ran?

“Kamu nggak suka? Dia ganteng kan?” fiuuh, yap, seenggaknya Donghae masih punya satu poin plus, dia ganteng dan tinggi. Jadi Ran punya pembelaan kalau Yoona beneran anti-Donghae.
“Di-dia…ah,” Yoona terkikik, senyumnya dipaksakan. “Ah, nggak, nggak pa-pa. Nggak kok. Kalian ketemu di mana?”

Ran melengos, menghembuskan napas. “Fiuuh, kirain apa-an. Tau nggak, aku ketemu di Singapura. Di rumah sakit!”
“Kok bisa?”

“Bisa dooong. Jadi waktu aku kuliah di Singapura dulu, aku pernah kecelakaan. Trus dilarikan ke rumah sakit gitu…ehh… kamar di sebelahku ditempati Donghae. Karena kita sama-sama dari Korea, akhirnya kita kenalan dan…beginilah sampai sekarang,” ungkap Ran berbinar-binar, persis anak kecil dikasih es krim.

“Kecelakaan?”
“Ah, keserempet mobil, luka kecil.”

“Oh,” cuma dua huruf itu yang bisa diucapkan Yoona. “Me-memangnya, Donghae sakit apa sampai dirawat di rumah sakit?”

Dalam sekejap, wajah bahagia Ran berubah merengut. “Aduuh…mmm…sebenernya ini rahasia…errr, tapi janji jangan bilang siapa-siapa ya. Baik Donghae atau siapapun. Ini hanya antara kita berdua. Arasseo?”

“Arasseo!”
“Sebenernya…Donghae itu…”

***

Dalam perjalanan pulang, Yoona mati rasa. Kosong. Ia memutuskan mengambil jalur bus menuju ke arah Chungnamdong, arah SMA-nya dahulu. Bus yang pernah menjadi saksi biksu jalinan kisah cintanya lima tahun lalu, dengan lelaki misterius bernama Lee Donghae.
Psssttt. Bus yang hendak ditumpangi Yoona berhenti di halte. Perlahan tapi pasti, Yoona menaikinya. Ia memilih duduk di bangku kedua dari belakang, dekat jendela.

***

Cerita pun bergulir ke lima tahun silam. *flashback*

Yoona, yang ketika itu masih 18 tahun, berlari-lari sambil menggigit roti tawarnya menuju halte, tepat saat bus yang ditumpanginya, hendak berangkat.

“Aissh yaaa! Tungguuu! Berhentiii!” kalau ada juri lomba maratón, adegan ini bisa jadi sejarah baru dengan rekor lari tercepat. Bus aja terkejar! Gimana nggak, ini sudah entah-keberapa-kalinya Yoona mengejar bus. Sang supir dan penumpang lain hafal di luar kepala wajah Yoona, murid SMA Nam Sang yang doyan ngejar bus hampir setiap pagi.

Ckiiit! Bus berhenti. Bak tentara selesai latihan PBB, Yoona muncul terengah-engah dengan peluh bercucuran. Ia buru-buru mencari tempat duduk dan merebahkan pantatnya di bangku kosong kedua dari belakang, di samping pria bertopi biru yang dari tadi hobinya memandangi jendela.

“Sial,” dengus Yoona. Arlojinya sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima. Meski bus ini berubah jadi pesawat concord atau sang supir ngebut 400km per jam juga percuma. Ia bakal telat, dan dihukum lagi.
Saat bus akhirnya sampai di halte SMA Nam Sang, Yoona kukuh ogah turun. Mending bolos dengan alasan sakit kulit atau gigi ompong daripada nekat masuk tapi disuruh lari keliling lapangan.
Biar deh, bus ini akan membawanya ke mana asalkan tidak kembali ke SMA terkutuk Nam Sang.

“Permisi, kita di mana ya? Ini daerah mana?” tanya Yoona pada pria bertopi di sebelahnya. Seumur-umur Yoona hanya ingat jalur bus dari rumah-sekolah-rumah. Ia tidak pernah bepergian lebih jauh dari wilayah sekolahnya.

“AH? Mworago? Eng…” Ia mengeluarkan notes seukuran buku tulis dari tas ranselnya. Uwaw, catatannya banyak sekali, rapi dan teratur. Pemuda bertopi itu kemudian mengeluarkan peta Seoul.
Yoona bengong. Mangap. Busett! Memangnya orang ini pengembara? Atau seorang backpacker? Yoona terdiam beberapa detik, menyaksikan adegan ajaib dari orang ajaib.
“Ah!” Cowok itu menunjuk ke arah luar jendela. Tertera plat bertuliskan Plaza Myung Dong besar-besar. “Kita di Myung Dong.”

“Ah…o-oke, makasih.” Yoona manggut-manggut. Dipikir-pikir, kayaknya ia memang lebih aman membolos sekolah dan bermain game di dalam Plaza Myung Dong. “Anda sendiri mau ke mana?”
“Jangan panggil Anda, saya masih 18 tahun.”
“Jinjja? Kita seumuran dong…” Yoona kebingungan, kalo nggak mau dipanggil Anda, lalu…?
“Donghae. Lee Donghae imnida. Bangawayo chingu,” kata Donghae lembut, dan menyunggingkan senyum termanis yang belum pernah dilihat Yoona selama ini.
“Dong-donghae-ssi?”

“Aniyo, panggil Donghae saja. Dan kamu?”
“Kim Yoona. Ah! Sepertinya aku harus turun.” Yoona teringat niat-nya ber-game center-ria di Plaza Myung Dong. Bus yang berhenti di halte sudah mulai terisi penuh, sehingga ia harus buru-buru keluar. Namun, saat sampai di pintu keluar, Donghae memanggil.
“Yoona-ya! Gomawooo!”

Haaa?
Pssst! Pintu bus tertutup, dan Yoona masih termangu di luar, menatap bus yang bergerak menjauhinya. Museun mariya? Maksudnya apaaa coba!

***

Keesokan harinya, Yoona bermaksud kembali ke game center di daerah Myung Dong. Untung hari Minggu, jadi ia nggak perlu lagi pake jaket tebal untuk menutupi seragamnya. Kebetulan lagi, di dalam bus, ia bertemu Donghae, di posisi tempat duduk yang sama.

“Pagi Donghae-ya!” Triing! Dengan sok kenal-nya, Yoona melenggang menduduki bangku di sebelah Donghae. Halooo? Ini kan Minggu pagi! Plis deh, arti hari Minggu itu cuma 2, hari malas-malasan dan hari senang-senang. Dan khusus pagi ini, Minggu adalah waktu Yoona ber-hip-hip-hura bermain game sepuasnya. Tidak heran kalau semua orang di sepanjang jalan ia sapa.
“Eh? Pa-pagi…”
“Wah, hari ini mau berpetualang ke mana?” tanya Yoona. “Ngomong-ngomong, apa maksudmu berteriak ‘gomawo’ padaku kemarin?”

“Berpetualang? Gomawo? Maaf tapi sepertinya Anda salah orang…”
Bagai ada petir melintas, Yoona langsung shock tinggat tinggi. Kurang ajar banget sih cowok cecunguk satu ini? Monyet aja tau siapa majikannya, lha ini?
“Yaaa! Kamu lupa? Hilang ingatan? Amnesia apa pikun sih? Ya Tuhann…” eeerrhg, Yoona sudah geregetan. Kalau ada apapun di situ yang bisa digigit, udah dikoyak-koyak pakai gigi taring kali.
“Chosunghamnida tapi… Anda siapa ya?”

MWOOOOOO?!
DDANG! Petir betul-betul sudah menyambar Yoona hingga pingsan. Mereka baru berpisah satu hari dan cowok biri-biri ini sudah lupa? Otaknya pasti sesempit otak semut.

***

Kalau ada satu orang yang paling ingin Yoona peluk, itu adalah pria bertopi di hadapannya, Lee Donghae. Lelaki kalem itu dengan lemah lembut menjelaskan penyakitnya. Bukan dementia, pikun, atau Alzheimer. Tapi Donghae memiliki daya ingat teramat lemah, seolah-olah otaknya tak mampu menampung begitu banyak memori, hanya cukup untuk mengingat ayah, ibu, dan alamat rumahnya.
“Sampai seminggu aku pindah ke rumah baru, aku masih tidak bisa mengingat letak kamar mandi, hahaha,” jelas Donghae, tertawa getir.

Jadi ini, alasan ia menenteng-nenteng peta Seoul kemana-mana?
“Tapi aku selalu mencatat hal-hal penting, nama orang, apapun yang kualami, ke dalam notes,” ia mengacungkan notes-nya. “Mianhe, mungkin kamu lupa aku catat kemarin.”
Yoona meringis, dalam hatinya miris sekali melihat keadaan Donghae. “Okay, kita mulai dari awal lagi. Annyeong! Namaku Yoona….”

Dan perkenalan itu berlanjut. Sejak saat itu, hampir setiap pagi, mereka selalu bertemu dan duduk di bangku yang sama: saling bercerita dan bercengkerama. Beberapa kali, Yoona mengajak Donghae turun di Plaza Myung Dong untuk bermain game bersama, kemudian makan es krim atau sekedar bermain ice skating di basement plaza.
“Kau bisa bermain, Yoona?” tanya Donghae.
“Kalau kau?”

“Keurom~ jangan remehkan aku mentang-mentang ingatanku lemah. Sejak kecil aku sering ber-skating ria, seenggaknya aku masih ingat cara meluncur dan berhenti.”
“Waaah!” Yoona keplok-keplok.

“Sini! Pegang tanganku!” Donghae mengulurkan tangannya, menggenggam jemari Yoona. Yoona agak terperangah, tapi kemudian ia mengikuti gerakan Donghae. Dengan tangan telanjang tanpa sarung, ia menarik pergelangan Yoona di belakang, sehingga gadis itu bisa ikut meluncur bersama.
“Ah!” Yoona tiba-tiba berhenti.

“Wae? Kamu kedinginan?”
“Eng…itu… a-anu…”
“Wae? Wae wae wae?”
“Aku…” Yoona berdehem. “Aku sebenernya jago ice skating lhooo~ yuhuuu~” ia berbalik, berlari sekuat tenaga memamerkan kehebatannya.

“Mwoyaaa~” Merasa tertipu, Donghae mengejar Yoona. Padahal tadi harga dirinya sudah melambung tinggi, tapi kini runtuh berkeping-keping ditipu cewek satu itu. “Yaaa! Tungguuu!”
Yoona berputar, hendak menerjang Donghae, namun ia salah bermanuver, ia tak bisa mengerem dan…DDANG! Jatuh terjerembab menubruk Donghae dan memeluk tubuhnya. Ketika hendak bangkit, Donghae justru mendekap Yoona lebih erat. Untuk sesaat, di sudut ring ice skating, dua pasang manusia berangkulan. Wajah Donghae memerah, ia mendongak ke atas dan menyibakkan poninya ke depan untuk menutupi muka malu-malu-nya.
“Hayooo, merah ni yee,” goda Yoona.
“Kamu juga.”
“Enggak tuh!”

CUP! Donghae mendaratkan kecupan bibirnya di bibir Yoona. Dalam sekejap saja, syuuut! Wajah Yoona langsung semerah tomat. Donghae cengengesan.
Dan itu menjadi babak akhir kebersamaan mereka. Karena keesokan harinya, Yoona mendapati bangku di bus, tempat Donghae duduk telah kosong. Tanpa ucapan selamat tinggal atau apapun, Donghae menghilang.
*flashback selesai*

***

Dalam bus, Yoona hampir menitikkan airmata mengingat kenangan itu. Kenangan indah yang kini hanya menjadi kenangannya saja, karena Donghae sudah tak mempedulikannya lagi. Bahkan, mengenal dirinya pun tidak.

“Donghae…sebenarnya… dia lemah ingatan,” bisik Ran. “Dia dibawa ke rumah sakit di Singapura untuk dioperasi, ternyata… operasi itu memang berhasil, akan tetapi…”
Yoona tercekat. “Akan tetapi?”
“Akan tetapi, efeknya, Donghae oppa jadi lupa hal-hal yang terjadi sebelum operasi. Amnesia gitu, tapi hanya sebagian.”
“Maksudmu?”

“Iyaaa… dia tidak ingat apa-apa, kenapa bisa ada di rumah sakit, dia sedang apa… yang ia ingat hanya ayah, ibu, dan namanya sendiri.” Ran menelah ludah, “aku mengenalnya ketika ia sedang terapi sesudah operasi, karena kebetulan kamarnya berada di sebelahku, dan kami sering bertemu di taman rumah sakit.”

“Sudah berapa lama itu terjadi?”
“Mmm… mungkin lima tahun-an kali ya, habis aku kecelakaan ketika hari kedua aku masuk kuliah sih.”


Kepala Yoona terasa berat, seolah-olah ada bom yang siap meledak. Iya, lima tahun lalu, kurang lebih sama dengan waktu menghilangnya Donghae. Mungkin ia tak muncul di bus karena harus berangkat ke Singapura untuk menjalani operasi. Dan kini, orang yang selalu diharapkannya akan kembali, datang sebagai calon suami sahabatnya sendiri. Bagaimana reaksi Ran kalau tau cinta pertama Yoona yang selalu diolok-oloknya sebagai kernet bus, sebentar lagi akan menjadi suaminya? Haruskah ia memberitahu Ran? Atau menceritakan segalanya secara diam-diam pada Donghae?

Percuma, tidak akan ada yang berubah kalau Donghae tahu, toh ia sudah lupa masalalunya dan di hatinya cuma ada Ran seorang.

“Lebih baik kupendam saja kenangan ini, biar aku sendiri yang menanggung rasa patah hati. Aku nggak mau mementingkan egoku dan merusak pernikahan sahabatku sendiri,” batin Yoona.
For now, masalahnya cuma satu: memilih tidak menghadiri pernikahan teman terbaiknya, atau tetap datang, namun menyaksikan peristiwa paling menyedihkan seumur hidupnya.

***

Hari pernikahan.

Dan disinilah Yoona, di ruang ganti pengantin wanita membantu Ran merias diri. Beberapa stylist sibuk meng-hairspray rambut Ran.

Kalau kau memang tidak mengingatku lagi, mungkin kita memang tak ditakdirkan untuk bersama. Yoona berusaha mempercayai kalimat itu, sebagai kekuatan agar ia mampu melangkah memasuki ballroom dan menyaksikan pernikahan sahabatnya dengan Lee Donghae.
“Yoona, tolong ambilkan gaunku di dalam lemari dong,” pinta Ran. Yoona menurut dan beranjak menuju lemari yang ditunjuk. Sebuah gaun pengantin berenda berwarna putih, dan berleher rendah tergantung di dalamnya.

“Yeppeoda~” gumam Yoona. Betapa beruntungnya hidup Ran, mendapat suami baik nan tampan, tampil cantik di hari pernikahan dengan gaun seindah ini pula. She’s the drama queen today. Dan harusnya, Yoona senang akan hal itu.
“Apa?”

“Ah, tidak. Ini gaunmu,” balas Yoona dan menarik hanger penggantung gaun tersebut keluar, namun seketika, BRAK! sebuah buku terjatuh membentur lantai lemari.
“Apa itu?” tanya Ran.
“Ani, ini ada buku jatuh…”

“Ah, itu notes milik Donghae oppa. Kau tahu kan, sebelum operasi ingatannya lemah? Nah, ia selalu menulis segala hal di notes itu agar ingat hal-hal penting. Oppa menitipkannya padaku, tapi aku tidak tertarik membacanya. Toh itu sudah masa lalu, buat apa diingat-ingat lagi kan?”
Yoona hampir saja ambruk. Itu-itu-itu kan notes yang selalu ditenteng-tenteng Donghae sewaktu di bus! Dan apa tadi Ran bilang, ‘masa lalu buat apa diingat-ingat lagi’? Jleb! Yoona serasa ditusuk dari depan oleh orang kepercayaannya sendiri.

“Kenapa notes ini ada di lemari?”

“Ahh aku membawanya kalau-kalau aku boring ketika dirias. Tapi kan ada kamu disini, jadi aku tidak membutuhkannya lagi,” tukas Ran ceria. “Kalau kau mau baca atau bawa silahkan, nanti kalau ada kisah tentang cinta pertama, atau pertama kali dia ciuman, kasih tahu ya, hehehe~”
Yoona amat sangat penasaran, apa saja yang Donghae tulis disitu? Apakah ada nama Kim Yoona tercantum?

***

Sepuluh menit sebelum upacara pernikahan mulai, para tamu undangan sudah mulai berdatangan. Yoona duduk manis di baris ketiga dari depan, menunggu kedua mempelai muncul, sambil membuka-buka notes milik Donghae.
Halaman pertama dan kedua dihiasi gambar-gambar lucu. Ada sketsa jalanan kota Seoul, dan restoran-restoran enak di sekitar Dongdaemun. Namun, ketika mencapai ke lembar terakhir, Yoona tercengang. Bibirnya bergetar, dan tangannya mati rasa. Nama Kim Yoona jelas-jelas tertera di situ.

Kim Yoona, gomawoyo…
Alasan aku mengucapkan terima kasih pada saat kita pertama bertemu, adalah karena kau orang pertama yang mengajakku bicara selain keluargaku. Dalam bus yang melaju antara Dongdaemun-Myung Dong, aku amat sangat bersyukur mengenalmu.
Kau memberiku kenangan akan banyak hal yang amat berharga, meski kau tahu dengan cepat aku akan melupakannya lagi.

Kim Yoona, the named I loved once in lifetime.
Name that I’ve loved, and I hope it will be everlast.
Though this damn disease makes me forget you, your name, your smiling face, your shining eyes…
But believe it, that your face, your name, and your smile will remain forever in my heart till the day I die. Even physicly I can’t remember you, in the bottom of my heart, I do mindful of loving you.

This feeling is not written on paper, for paper can be read and erased as time goes by.
Nor is it etched on stone, for stone can be broken. But it is inscribed in my heart and there is shall remain forever.

Kim Yoona, the name I loved
Has becoming further and further away from me
From that day I only realized that I will only love you forever
Love that cant be together can also be known as LOVE

Jemari Yoona bergetar, tangisnya hampir saja pecah.
No matter how close we are, I know that I cant love you anymore. Tapi ia tak mau itu terjadi. Donghae ternyata masih mencintainya! Kalau Yoona mengaku dan bercerita padanya, maka mereka berdua bisa kembali bersatu dan pernikahan ini selesai.

Saat Yoona tersadar, ia masih memeluk notes yang kertas-kertasnya sudah lecek ketetesan airmata. Donghae dan Ran sudah berada di altar untuk mengikat janji. Percuma, semua terlambat. Kalau saja ia menyadari lebih awal, ia bisa mempertahankan Donghae, maka pernikahan ini tak akan pernah terjadi.
Tidak. Selama mereka belum bertukar cincin, mereka belum sah sebagai suami-istri. Masih ada waktu untuk menggagalkan pernikahan ini dan Yoona sudah bersiap menanggung segala risikonya. Dengan masih menggenggam notes Donghae, Yoona berjalan ke depan altar.

*backsound : Taeyang – Wedding Dress*

.END.

Kritik dan sarannya ya!!! Yang pedes2 gapapa kok, yang penting membangun.

Comments on: "The Name I Loved" (15)

  1. kyuVie SpA!cHi said:

    Yah..
    Koq crta,a ngegantung sch..
    Pnsaran..

    • maaf yah…hehehe… tapi memang aku pikir, ending yang sesuai ya itu, karena banyak temenku yang pengen Donghae-Yoona, ada juga yangpengen Donghae-RAn….jadi untuk ending aku serahkan ke pembaca ^^

  2. bagus banget ! suka suka xD *meski endingnya gantung :p

  3. makasih yah…kalo gitu boleh kan aku sering2 kirim FF ? hehehe…ini FF perkenalan dan pertamaku sih. makasih udah suka *bow*
    emang endingnya sengaja aku bikin menggantung. biarp embaca bisa mikir sendiri. tengKYU kamsa(dong)hae

  4. @ayoshiari : hoo bagito ~ waw, boleh banget ! hehe ~ oke okeee, we’ll be waiting for your new fiction xD keep writing chingu ^^

  5. fighto! adminnya writing FF juga doong hehehe…

  6. D;gantung bgt D: tp ak ska critanya 🙂

  7. @ayoshiari : lho ~ adminnya juga writing ff kok 😀 yg ff orang biasanya kami cantumin namanya 😀 hehe ~

  8. ayoshiari said:

    @yulianese hehehe. kan sengaja kugantung =) makasi uda baca

    @nino oh! chosungheyo, aq baru di sini. ntar aku ubek2 lagi

  9. nophaeho said:

    Kenapa kebanyakan cerita yg gue baca disini nanggung2. Bikin penasaran trus ngegantung juga kesannya. Hmm buat ff yg lain tolong dituntasin ya.

  10. ayoshiari said:

    @nopha : HAHAHA akhirnya gw tau kalo ending gantung itu nyebelin =p

  11. Elaaaah gue cengeng lg masa pas baca tuh notes *pas pula lg nyetel inst.ost.hwang jini yg melow*

    endingnya aduh bikin gregetan bgt
    itu apa jadinya cinta segitiga, aku maunya yoona hae jadiin nikah aja disitu haha *maksa*

  12. wah serem Yoona nya mau gagalin pernikahan huhuhu~

Leave a reply to nino Cancel reply